Halooo!!
Assalamuallaikum semua, ketemu lagi sama aku hehe aneh ya pake nya aku-kamu. Percaya
atau nggak postingan terakhir di blog ini ditulis tahun 2016. Saat itu aku
masih di Jakarta dan gak tau apa itu Jogja. Dan kali ini, saat tulisan ini
ditulis, orangnya ada di kota yang berbeda, kota dengan kultur yang tentunya
sangat kontras, itulah sebabnya pakenya aku-kamu, hihiyyy berasa so sweet
gitu ya...
Oke!
Di tulisan kali ini, aku akan cerita gimana awal mulanya bisa seneng sama hobi
yang lagi aku tekuni beberapa tahun terakhir ini. Cie elah gaya bener. Aku nggak
bisa bilang mau serius di hobi ini, atau mungkin mau ditekunin nantinya, sejauh
ini ngikutin aliran aja dan belum ada pikiran untuk lebih serius lagi menulis. Mungkin
buat beberapa orang yang udah tau tentang hobi itu pasti bertanya tanya dong, Kenapa
kok bisa seneng? Apa yang memotivasi? Gimana cara bagi waktu nya? Dsb.
Kisah
ini berawal saat sekolah dasar, waktu itu aku berteman dengan seseorang yang
menyukai puisi. Dari dia juga motivasi itu muncul, suka menulis puisi, suka
sastra, suka dongeng, suka cerita, semua karya-karya dalam bentuk tulisan lah
pokoknya. Singkat cerita, aku berhasil menuliskan buku yang isinya
kumpulan-kumpulan puisi, puisi nya nggak semua tentang cinta, banyak macam dan
jenisnya. Aku masih ingat ukuran, warna bahkan sampai gambar cover nya, buku A5
berwarna ungu, gambar kelinci. Aku memberikan buku itu saat kita lulus dari
sekolah dasar. Aku bilang sama orang itu “buku
itu bukan aku kasih melainkan aku pinjami, jadi kamu harus balikin suatu saat
nanti”. Akhirnya sepakat lah kita untuk mengembalikan buku itu saat umur
kami sama-sama 17 tahun, itu artinya kelas 2 SMA.
Singkat
cerita saat umur kami 16 tahun, aku menghubungi dia. Iya itu kali pertama kita
komunikasi lagi setelah empat tahun berlalu, itu karena kita beda SMP dan SMA. Setelah
aku tanya “apakah dia masih menyimpan buku yang perah aku kasih?” jawabannya “Buku
yang mana? Aku lupa”. Sudah berkali kali pula aku berusaha mengingatkan kembali
memori itu supaya setidaknya dia ingat pernah aku pinjami buku, tapi usahaku
nihil. Sepertinya buku itu tidak benar-benar penting untuknya. Sejak saat itu
aku kehilangan semangat menulis, karena itulah satu-satunya dokumen atau arsip
yang ku punya. Maklum, saat itu belum ada laptop dan kepikiran untuk fotocopy.
Di
hari itu pula, aku kehilangan percaya pada seseorang, semudah itu dia
melupakannya, sampai-sampai aku sempat benci untuk bahkan mendengar atau
melihat namanya. Tapi ya mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Aku menganggapnya
“kisah masa lalu yang tidak perlu
disesali”. Tapi sejak kejadian itu pula aku jadi punya kebiasaan curhat,
iya, curhat di buku, orang-orang mungkin menyebutnya diary. Apapun hal yang aku
lewati sebisa mungkin kuceritakan, tapi konteksnya hanya pada hal yang
menyenangkan dan menyedihkan saja. Kalau hari itu biasa saja yaa yasudah tidak
akan ada kata yang terlahir.
Makin
ditekuni ternyata makin asyik, dari cerita yang aku tulis di setiap lembar itu
pula, ketika suatu saat aku membutuhkan motivasi, tinggal buka dan baca apa
yang aku tulis. Terkadang tulisannya membuat aku menertawakan kejadian saat itu
“kok bisa ya” “wah ternyata aku dulu pernah gini” dsb... kisah-kisah lampau
yang sedih justru menguatkan, seperti pertama kalinya aku dibentak secara keras
oleh bapak, menghilangkan dompet, didiemin ibu seminggu, di cengin teman di
kelas, mendapat nilai terendah di kelas dan kisah sedih lainnya yang kalau di
baca “waw, bee, lihat, kamu pernah
ngalamin itu, tapi kamu berhasil kan ngelewatinnya, sekarang masa ada masalah
gini doang kamu nyerah?” dan kemudian kembali bersemangat.
Memasuki
dunia perkuliahan, aku jadi semakin berfikir akan bakat dan potensi dalam diri.
Maklum masuk ke jurusan yang gak pengen-pengen banget dulu, dulu yaaaa. Jadi pikiran
tentang “mau jadi apaan aku besok?” “mau
kerja apa setelah lulus?” atau “kamu kan gak punya prestasi be” membuat
kekhawatiran tersendiri. Hingga saat itu aku dipertemukan dengan salah satu
adik tingkatnya teman kuliah yang memperkenalkan suatu komunitas menulis yang
mana dari sanalah akhirnya bersama teman-teman project nulis bareng itu
terciptalah sebuah buku, iya buku yang ber ISBN. Sesenang itu, dengan sedikit
menurunkan ego untuk berpikir “kamu
nggak perlu malu be atas apa yang kamu tulis, setiap tulisan punya jodoh
pembaca nya masing-masing” berbekal izin orang tua, untuk pertama kalinya orang ini berani untuk mengirimkan karya nya, akhir nya muncul lah
karya pertamaku berjudul “Lembutnya
Perasaan Perempuan” (2018) buku antologi pertama ku yang membuat mimpi
tampak nyata jika kita mau memulai.
Antusiasme
dari teman-teman pun jadi penyemangat tersendiri, tanggapan yang baik dari
teman-teman membuatku sadar kalau segala sesuatu yang terlalu di khawatirkan
itu memang tidak baik, harus di realisasikan, harus dicoba. Karena kamu bakalan
lebih kecewa gagal karena telat mencoba, daripada gagal karena sudah mencoba,
beda rasanya. Sejak saat itu aku ketagihan menulis, bukan hanya respon yang
baik dari pihak keluarga dan teman, tapi dari menulis itulah akhirnya aku tahu
bagaimana rasanya punya uang dari hasil
sendiri, iya, itu pertama kalinya se bahagia itu punya uang dari apa yang
aku usahakan. Mungkin ini juga yang dirasakan dari temean-teman yang danusan di
kampus, dan ketika kutanya “danusa apa?” “danusan buat sendiri” aku akui mereka
keren! Walaupun uang itu kalah besar nominalnya dengan uang kiriman bulanan dari
bapak, tapi cukup membuat merasakan kalau cari uang itu memang sulit, sekaligus
memberikan kesimpulan bahwa pekerjaan
terbaik berasal dari hobi yang dibayar.
Euforia
punya buku baru dan uang sendiri tentu bukan hal yang harus dirayakan
berlarut-larut, jutru itu jadi ujian ke tahap selanjutnya, masih konsisten
menulis kah atau terlena dengan hasil di awal. Sampai akhirnya mengikuti lagi
dan lagi kesempatan menulis buku hingga terbitlah karya-karya berikutnya dengan
judul “Jangan Pernah Lelah Melangkah”(2018)
“Memaknai Perasaan”(2019) “Tidak Pernah
Ada yang Sia-sia” dan “(2019). Jika diingat-ingat hanya syukur yang mungkin
dapat aku katakan, tidak mungkin juga itu semua ada jika bukan atas seizinnya
bukan?
Sejak
saat itulah berbagai macam perlombaan menulis sering diikuti, mulai dari
menulis cerpen, prosa, dan puisi. Walaupun belum sampai pada tahap menang,
tetapi dengan berani mencoba aku yakin hal itu menjadi bekal untukku terus
memperbaiki tulisan-tulisan selanjutnya. Tidak hanya berhenti disana. Aku juga
bergabung dengan lingkar pertemanan yang lain yaitu “Nulis Yuk” pada beberapa
bulan terakhir ini. Dengan bertemu teman baru tentunya akan berbeda rasanya,
tambah semangat lagi untuk belajar bersama teman-teman semua. untuk waktu menulis, aku tidak pernah punya waktu khusus, kalau sempat ya nulis kalau nggak ya disempatain walau sebentar, intinya jangan sampai hobi malah jadi beban, tetapi selalu disempatkan. tapi ingat, jangan sampai makan waktu menulis laprak yaa hehehehe.
Semoga apa-apa yang aku tulis dapat menjadi suatu motivasi dan pelajarn untuk semua pembaca, terlepas untuk siapa secara khusus tulisan itu dibuat. Percayalah seorang penulis hanya ingin menyampaikan apa yang ada dikepalanya dalam bentuk sebuah kata untuk dibaca.
Semoga apa-apa yang aku tulis dapat menjadi suatu motivasi dan pelajarn untuk semua pembaca, terlepas untuk siapa secara khusus tulisan itu dibuat. Percayalah seorang penulis hanya ingin menyampaikan apa yang ada dikepalanya dalam bentuk sebuah kata untuk dibaca.
Oiya,
kuberi tahu sesuatu. Menulis akan terasa lebih asyik lagi jika ada seorang yang
memotivasi, maka carilah orang itu. temukanlah dalam dirinya alasan untuk bisa
terus menjadi dirimu. Tidak mengubah sedikitpun kamu kecuali menjadi lebih
baik...
Salam
hangat, salam menulis, dan salam
literasi...
#nulisyuk
#belajarmenulis #nulisyukbatch37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar